Sabtu, 29 Juni 2013

Cerita Dibalik Bank (Part I)

Kali ini saya akan bercerita sedikit (banyak, hahaha) mengenai BANK. Semua orang memerlukan bank dan bank butuh nasabah. Namun, yang kita ketahui hanyalah kegunaan bank, dibalik itu bank mempunyai cerita yang unik bersama perusahaan-perusahaan non bank lainnya. Mari disimak J


Bayangkan jika tidak ada bank didunia ini. Dari mana kita bisa minjam uang? Ya mungkin bisa dari teman atau saudara dan itu berarti kita harus saling kenal dan percaya untuk meminjam dan meminjamkan uang. Selain itu kita juga membutuhkan dana (Double Coincidence) untuk meminjamkannya kepada orang lain. Disinilah keugunaan dari bank. Bank akan menampung dana seseorang yang surplus dan menyalurkannya kepada orang yang kekurangan. Hal ini disebut Financial Intermediation, yaitu perantara keuangan. 

Klik gambar jika ingin memperbesar

Seperti yang terlihat pada gambar bahwa Imon menabung uang di Bank In Love, maka Imon memperoleh bunga yaitu b1. Lalu datanglah Salmon ingin meminjam uang. Salmon akan membayar bunga yaitu b2 kepada Bank In Love. Selisih dari b1 dan b2 merupakan pendapatan yang diperoleh Bank In Love. Dengan kata lain b2>b1.

Ada cara lain untuk masalah ini (simpan/pinjam) yaitu dengan pasar modal. Salmoon dapat menjual sahamnya di pasar modal dan Imon akan membelinya. Dengan demikian Imon akan mendapatkan saham (Surat Kepemilikan Perusahaan) dan memperoleh deviden yaitu b3 pada akhir periode yang biasanya pada akhir tahun. Imon juga bisa mendapatkan Capital Gain jika ia menjual saham tersebut pada saat harga saham sedang meningkat. Selanjutnya jika Salmon tidak ingin perusahaannya dimiliki pihak luar, ia bisa menjual obligasi (Surah Hutang).

Masih terlalu sederhana jika masih simpan dan pinjam. Ada beberapa risiko yang akan dialami Bank In Love. Jika Salmon tidak bisa melunasinya karena suatu hal maka Bank In Love harus melunasi pinjaman itu kepada Imon. Maka, untuk mengurangi risiko tersebut, Bank In Love mengasuransikan pinjaman tersebut ke Asuransi Ku. Jika Salmon meminjam 100 juta, maka Bank In Love mengasuransikannya premi 1 juta pada Asuransi Ku. Namun, Asuransi Ku hanya mampu menanggung 20 juta, maka Asuransi Ku mengasuransikan kembali ke Asuransi Dia. Hal ini disebut Reasuransi. Asuransi Dia akan menerima premi 800 ribu dari Asuransi Ku. Kemudian, Asuransi Dia hanya mampu menanggung 25 juta, maka ia mengasuransikannya kembali ke Asuransi Mereka (hal ini disebut rektosesi dan hanya terjadi diluar negeri dan menjadi Capital Flight) dengan membayar premi sebesar 550 ribu. Lalu, sekarang Asuransi Dia menanggung 25 juta dan menerima premi 250 ribu, sedankan Asuransi Mereka menanggung 55 jta dengan menerima 550 ribu.

Asuransi Mereka menggunakan premi tersebut dengan membuat perusahaan Manajemen Investasi yaitu PT. Silver. Perusahaan manajemen investasi tersebut membuat perusahaan kecil yaitu, PT. 11, PT November, dan PT. 2011. Lalu, PT. 11 membeli sahal Bank In Love sebesar 20%, begitu juga dengan PT. November membeli sahamnya sebesar 30%, dan PT. 2011 akan membeli saham sebesar 30%. Ini artinya, sudah 80% kepemilikan perusahaan dimiliki oleh perusahaan manajemen investasi atas Bank In Love. Hal ini dapat diartikan bahwa Asuransi Mereka dapat mengendalikan Bank In Love.

Sebagian orang enggan meminjam uang di bank. Seperti yang telah kita ketahui bahwa bank selalu memberikan bunga yang tinggi pada peminjam. Namun, bank tetap bergantung pada Salmon dan Imon. Jika tidak ada nasabah seperti mereka, bank tidak akan berjalan dengan baik. Jika nasabah seperti Salmon berkurang, maka bank harus mencari cara lain agar mampu membayar bunga pada nasabah seperti Imon. Bank In Love akan membuka perusahaan yaitu PT. Cinta yang membeli motor dari pabrik yaitu PT. Perahu yang nantinya pabrik itu mendapat bunga yaitu b5.

Sebelumnya, karena Salmon tidak ingin meminjam uang padahal ia ingin beli motor, akhirnya ia mencoba kredit di perusahaan leasing yaitu PT. Cinta. Nah, cerita ini berhubungan dengan Bank In Love yang mana mendirikan PT. Cinta untuk memecahkan masalahnya. Salmon akan membayar bunga yaitu b4 kepada Bank In Love. PT. Cinta ini disebut Leasing. Kemudian Bank In Love membuka perusahaan baru yaitu PT. Paris yang merupakan perusahaan kartu kredit. Lalu Salmon juga akan membayar bunga b4 kepadanya. Pendapatan dari PT. Cinta dan PT. Paris yang berasal dari b4 dan b2. Maka dapat disimpulkan bahwa b1<b4 dan b2>b4.

Inilah serangkaian cerita dibalik Bank. Semoga bermanfaat ya J

Analisis Jurnal "Bankruptcy Costs and Financial Leasing Decision"

Tema               : Pengaruh keputusan penyewaan dan pinjaman dengan beban kebangkrutan
Pengarang       : V. Sivarama Krishnan dan R. Charles Moyer
Tahun              : 1994
Judul               : Bankruptcy Costs and Financial Leasing Decision

LATAR BELAKANG

Beberapa tahun belakangan ini, leasing atau sewa guna barang menjadi populer. Sebagian orang mengatakan bahwa leasing sangat menguntungkan bila dibanding dengan meminjam uang di bank. Leasing ini memandang sewa guna sebagai pengganti utang yang dijamin. Mungkin leasing memang sangat menguntungkan, namun masih ada yang ragu dengan leasing. Masalah ini menjadi pertimbangan antara meminjam atau menyewa. Keputusan yang diambil bisa menguntungkan atau merugikan. Dalam hal ini peminjam dan yang meminjamkan adalah orang yang sangat berpengaruh. Keduanya memiliki korelasi satu sama lain. Leasing juga berkaitan dengan kepailitan seseorang atau perusahaan. Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa keduanya saling berhubungan. Kepailitan itu bisa berdampak postif atau negatif tergantung situasi dan kondisi. Penelitian ini kembali menguji sewa / pinjam keputusan, memberikan pengakuan eksplisit untuk peran kebangkrutan biaya bermain dan transaksi biaya relatif sewa guna usaha dan pinjaman. Teori penyewaan (leasing) memandang sewa guna sebagai pengganti utang yang dijamin. Penelitian empiris telah melaporkan korelasi positif yang tinggi antara lease rasio dan rasio utang dan pemberi sewa memperoleh tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada pemberi pinjaman. Hasil ini bertentangan dengan teori sewa tradisional. Mereka menjelaskan dalam makalah ini dengan mengakui peran biaya kepailitan bermain dalam keputusan sewa dan sifat dari aset yang akan dibeli oleh perusahaan.

MASALAH DAN TUJUAN

Masalah dalam jurnal ini adalah hubungan antara keputusan sewa guna dan peminjaman sebagai utang, lalu kaitannya dengan biaya kepailitan. Selain itu masalah yang ada adalah keuntungan dari leasing dan apakah leasing lebih baik dari peminjaman. Tujuan dari penelitian ini adalah analisis keputusan yang terbaik dalam menyewa atau meminjam dan kaitannya dengan biaya kepailitan. Fokus dalam jurnal ini adalah noncancellable, sewa keuangan jangka panjang karena mereka yang paling hampir setara dengan pembiayaan utang. Peneliti membatasi pertimbangan leasing keuangan untuk sewa modal, sebagaimana didefinisikan dalam pernyataan FASB. Karena sewa guna usaha umumnya tidak memenuhi persyaratan definisi sewa Internal Revenue Service, mereka memberikan kesempatan unik untuk teori non-pajak leasing. Penelitian ini menekankan karakteristik perusahaan sewa yang mendorong perilaku penyewaan signifikan, daripada karakteristik kontrak sewa tertentu.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Dimana data primer diambil dari Disclosure Database perusahaan (Juli 1987) ditambah dengan COMPUSTAT data untuk kalkulasi tingkat pertumbuhan dan variabel risiko. Sedangkan data sekuder dari laporan tahunan perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 410 perusahaan yang tidak ada laporan leasing dalam neracanya dan 98 perusahaan yang mencantumkan leasing dalam neracanya. Metode yang digunakan adalah Altman Z-Score. Dimana membutuhkan beberapa data untuk menghitungnya. Penelitian ini menggunakan EBIT/Total Assets untuk pengukuran profit saat ini, Retained Earning/Total Assets untuk mengukur profit tahun lalu, Market Value of Common Equity/Book Value Common Equity untuk menilai pasar dari keadaan perusahaan. EBIT/Total Interest untuk mengukur kemampuan perusahaan melunasi hutang obligasi. Long-Term Debt/Total Assets untuk mengukur keuangan leverage perusahaan. Lalu koefisien dari variasi EBIT (EBITVAR) untuk mengukur risiko operasi yang dihadapi perusahaan.

HASIL

Nilai rata-rata dari modal sewa dengan total aset untuk perusahaan non leasing adalah 4,9% dan perusahaan leasing 5,2%. Terdapat lima indikator penelitian dalam jurnal ini. Pertama, tes efek industri dengan memakai Chi-square tes menunjukan bahwa H0 ditolak. Seperti yang diharapkan bahwa leasing pada industri manufaktur rendah. Hanya 10,9% perusahaan manufaktur melaporkan penggunaan leasingnya dari rata-rata keseluruhan 19,3%. Kedua, pada tes satu varian hipotesis yang mana untuk mengetahui perbedaan nilai kebangkrutan dan potensi pertumbuhan antara perusahaan leasing dan non leasing. Rata-rata tingkat pajak berbeda antara kedua kelompok perusahaan tersebut. Secara keseluruhan dari tes ini pada pengukuran prestasi menunjukan bahwa perusahaan memiliki level relatif yang rendah atas akumulasi laba sebelumnya, nilai pasar yang rendah, dan laba saat ini yang tinggi daripada perusahaan non leasing. Selanjutnya dilihat dari multi varian analisis, ditemukan secara signifikan penggunaan leasing yang besar dari perusahaan tambang, transportasi, dan retail daripada manufaktur. Tidak ada signifikan yang berbeda antara leasing di perusahaan jasa dan leasing di manufaktur, dan hanya ada satu bukti mengenai perusahaan yang terbesar memakai leasing adalah wholesale industri.

Indikator penelitian yang terakhir adalah efek dari perusahaan yang tidak melaporkan modal leasenya. Dalam hal ini untuk memperkirakan diambillah sampe 25 perusahaan non leasing atau tidak melaporkan leasenya. Dari 25 perusahaan tersebut hanya ada 3 yang memilikinya dan teridentifikasi sebagai noncancellabel yang tidak dilaporkan dalam neraca sebagai modal leasing. Nilai modal ini sangatlah kecil yaitu 0,4% hingga 1,2% dari total aset. Dua puluh dari 25 perusahaan melaporkan beberapa jumlah dari operasi leasing. Untuk melihat efek dari perusahaan ini, analisis empiris telah dilakukan menggunakan nilai dari 1% untuk rasio leasing dengan total aset bertujuan untuk mengklasifikasi perusahaan yang leasing dan tidak leasing. Setelah menggunakan prosedur revisi klasifikasi, hasil satu varian merupakan tambahan yang kuat dalam mendukung dari hipotesis dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Leasing terbukti memiliki biaya kebangkrutan yang diharapkan rendah ke lessor, sehingga biaya pendanaan yang lebih rendah untuk penyewa dari peminjam, ceteris paribus. Mengimbangi bawah biaya kepailitan terkait dengan leasing umumnya biaya transaksi yang lebih tinggi dapat menjelaskan preferensi untuk pinjaman. Tradeoff antara biaya kebangkrutan dan biaya transaksi dapat menjelaskan preferensi untuk pinjaman oleh perusahaan yang lebih layak kredit dan untuk sewa oleh perusahaan kurang kredit.


Leasing terbukti melibatkan biaya kebangkrutan lebih rendah dari pinjaman. Analisis empiris penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan lessee memiliki rasio yang lebih rendah cakupan, rasio utang yang lebih tinggi, dan risiko operasi yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan non-lessee. Perusahaan Lessee juga secara signifikan menurunkan Altman Z-score, ukuran potensi kebangkrutan. Secara keseluruhan, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai potensi kebangkrutan meningkat, pembiayaan sewa guna usaha menjadi pilihan pembiayaan semakin menarik. Peneliti juga menemukan buktinya untuk mendukung efek klien industri dalam leasing keuangan.

Jurnal aslinya dapat dilihat disini