Price
Index and Inflation
Beras
dan Jagung
Oleh
SMAK
05
Hapsari
Widayani (23211213)
J.Asfirotun
(27211827)
Siti
Iqlima Zeinia (26211808)
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu), akibat tidak seimbangnya arus barang
dan arus uang. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi, atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
kontinu.
Inflasi juga dapat diartikan naiknya harga-harga
barang secara keseluruhan. Pada intinya inflasi adalah kenaikan harga semua barang
yang mengakibatkan nilai uang menjadi rendah Sebagai contoh, kenaikkan harga
minyak, biasanya selalu diikuti kenaikkan harga barang-barang lainnya. Inflasi
adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan. Kebalikan dari inflasi
disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke
waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling
sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
PDB deflator atau GDP deflator mengukur perubahan
harga sama dengan CPI, namun pada PDB deflator, setiap tahunya akan mengalami
perubahan pada kuantitas barang yang diproduksi. Sedangkan CPI mematok atau
memberi standar pada barang yang dihitung sehingga jumlah barang setiap tahunya
sama.
A. Inflasi Beras di
Indonesia Tahun 1998 – 2005
Berdasarkan
grafik diatas terlihat bahwa IHK beras pada tahun 1998-1999 terjadi kenaikan
yang sangat tajam sehingga menyebabkan stagflasi. Hal ini terjadi karena adanya
krisis moneter yang terjadi saat itu. Akibatnya, keseimbangan harga gula
mengalami ketidakstabilan.
Setelah
itu pada tahun 2000 IHK menurun drastis. Akibatnya terjadi deflasi dimana harga
barang mengalami penurunan dan konsumen memiliki kemampuan dalam menunda
belanja mereka. Hal ini dikarenakan konsumen berharap harga barang akan turun
lebih jauh. Oleh karena itu aktivitas ekonomi saat itu mengalami penurunan
(melambat).
B. Inflasi Jagung di Indonesia Tahun 1996- 2003
Lalu
grafik kedua yaitu IHK jagung. Jika dilihat dari grafik diatas terlihat bahwa tahun
1996-1997 tidak adanya kenaikan yang begitu signifikan terhadap jagung. Konsumsi
terhadap jagung juga hanya naik sedikit dari tahun 1997. Jika dilihat dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi jagung masih terus meningkat.
Kenaikan
ini dipengaruhi dari kebutuhan masyarakat terhadap jagung. Hal ini dikarenakan
masyarakat masih mengkonsumsi jagung. Walaupun harga jagung naik, masyarakat
masih ingin mengkonsumsi jagung.
Jika
dilihat dari grafik, IHK jagung naik secara terus menerus hingga akhirnya tahun
2003 meningkat drastis. Inflasi yang berlebihan itu menyebabkan stagflasi yang
dipengaruhi oleh kuantitasnya menurun namun permintaan tetap naik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kenaikan dan penurunan inflasi harga dan
kuantitas produksi jagung di Indonesia yang terjadi pada tahun 1999 -2001 ini
disebabkan karena faktor harga dan kuantitas barang itu sendiri. Bila harga dan
kuantitas naik maka akan terjadi kenaikan inflasi dan sebaliknya bila terjadi
penurunan maka akan berakibat terjadi penuruan terhadap tingkat inflasinya.
Adakalanya tingkat inflasi rendah yaitu mencapai dibawah 2 % dan adakalanya
tingkat inflasi tinggi sekali hingga 100 %.
Dan bila sudah sampai tingkat hyperinflation maka akan berdampak serius
terhadap perekonomian di Indonesia.
Sumber:
·
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3
·
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/0104-JAGUNG.pdf http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110120154727AAhMHow
http://nurulfatimah-helend.blogspot.com/2011/10/inflasi-dan-deflasi.html