Tema : Pengaruh keputusan penyewaan
dan pinjaman dengan beban kebangkrutan
Pengarang : V. Sivarama Krishnan dan R. Charles
Moyer
Tahun : 1994
Judul : Bankruptcy Costs and Financial
Leasing Decision
LATAR BELAKANG
Beberapa tahun
belakangan ini, leasing atau sewa guna barang menjadi populer. Sebagian orang
mengatakan bahwa leasing sangat menguntungkan bila dibanding dengan meminjam
uang di bank. Leasing ini memandang sewa guna sebagai pengganti utang yang
dijamin. Mungkin leasing memang sangat menguntungkan, namun masih ada yang ragu
dengan leasing. Masalah ini menjadi pertimbangan antara meminjam atau menyewa. Keputusan
yang diambil bisa menguntungkan atau merugikan. Dalam hal ini peminjam dan yang
meminjamkan adalah orang yang sangat berpengaruh. Keduanya memiliki korelasi
satu sama lain. Leasing juga berkaitan dengan kepailitan seseorang atau
perusahaan. Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa keduanya saling berhubungan.
Kepailitan itu bisa berdampak postif atau negatif tergantung situasi dan
kondisi. Penelitian ini kembali menguji sewa / pinjam keputusan, memberikan
pengakuan eksplisit untuk peran kebangkrutan biaya bermain dan transaksi biaya
relatif sewa guna usaha dan pinjaman. Teori penyewaan (leasing) memandang sewa guna
sebagai pengganti utang yang dijamin. Penelitian empiris telah melaporkan
korelasi positif yang tinggi antara lease rasio dan rasio utang dan pemberi
sewa memperoleh tingkat pengembalian yang lebih tinggi daripada pemberi
pinjaman. Hasil ini bertentangan dengan teori sewa tradisional. Mereka
menjelaskan dalam makalah ini dengan mengakui peran biaya kepailitan bermain
dalam keputusan sewa dan sifat dari aset yang akan dibeli oleh perusahaan.
MASALAH DAN TUJUAN
Masalah dalam jurnal
ini adalah hubungan antara keputusan sewa guna dan peminjaman sebagai utang,
lalu kaitannya dengan biaya kepailitan. Selain itu masalah yang ada adalah
keuntungan dari leasing dan apakah leasing lebih baik dari peminjaman. Tujuan
dari penelitian ini adalah analisis keputusan yang terbaik dalam menyewa atau
meminjam dan kaitannya dengan biaya kepailitan. Fokus dalam jurnal ini adalah
noncancellable, sewa keuangan jangka panjang karena mereka yang paling hampir
setara dengan pembiayaan utang. Peneliti membatasi pertimbangan leasing
keuangan untuk sewa modal, sebagaimana didefinisikan dalam pernyataan FASB.
Karena sewa guna usaha umumnya tidak memenuhi persyaratan definisi sewa
Internal Revenue Service, mereka memberikan kesempatan unik untuk teori
non-pajak leasing. Penelitian ini menekankan karakteristik perusahaan sewa yang
mendorong perilaku penyewaan signifikan, daripada karakteristik kontrak sewa
tertentu.
METODOLOGI
Penelitian ini
menggunakan data primer dan data sekunder. Dimana data primer diambil dari
Disclosure Database perusahaan (Juli 1987) ditambah dengan COMPUSTAT data untuk
kalkulasi tingkat pertumbuhan dan variabel risiko. Sedangkan data sekuder dari
laporan tahunan perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 410 perusahaan yang
tidak ada laporan leasing dalam neracanya dan 98 perusahaan yang mencantumkan
leasing dalam neracanya. Metode yang digunakan adalah Altman Z-Score. Dimana
membutuhkan beberapa data untuk menghitungnya. Penelitian ini menggunakan
EBIT/Total Assets untuk pengukuran profit saat ini, Retained Earning/Total
Assets untuk mengukur profit tahun lalu, Market Value of Common Equity/Book Value
Common Equity untuk menilai pasar dari keadaan perusahaan. EBIT/Total Interest
untuk mengukur kemampuan perusahaan melunasi hutang obligasi. Long-Term
Debt/Total Assets untuk mengukur keuangan leverage perusahaan. Lalu koefisien
dari variasi EBIT (EBITVAR) untuk mengukur risiko operasi yang dihadapi
perusahaan.
HASIL
Nilai rata-rata dari
modal sewa dengan total aset untuk perusahaan non leasing adalah 4,9% dan
perusahaan leasing 5,2%. Terdapat lima indikator penelitian dalam jurnal ini.
Pertama, tes efek industri dengan memakai Chi-square tes menunjukan bahwa H0
ditolak. Seperti yang diharapkan bahwa leasing pada industri manufaktur rendah.
Hanya 10,9% perusahaan manufaktur melaporkan penggunaan leasingnya dari
rata-rata keseluruhan 19,3%. Kedua, pada tes satu varian hipotesis yang mana
untuk mengetahui perbedaan nilai kebangkrutan dan potensi pertumbuhan antara
perusahaan leasing dan non leasing. Rata-rata tingkat pajak berbeda antara
kedua kelompok perusahaan tersebut. Secara keseluruhan dari tes ini pada
pengukuran prestasi menunjukan bahwa perusahaan memiliki level relatif yang
rendah atas akumulasi laba sebelumnya, nilai pasar yang rendah, dan laba saat ini
yang tinggi daripada perusahaan non leasing. Selanjutnya dilihat dari multi
varian analisis, ditemukan secara signifikan penggunaan leasing yang besar dari
perusahaan tambang, transportasi, dan retail daripada manufaktur. Tidak ada
signifikan yang berbeda antara leasing di perusahaan jasa dan leasing di
manufaktur, dan hanya ada satu bukti mengenai perusahaan yang terbesar memakai
leasing adalah wholesale industri.
Indikator penelitian
yang terakhir adalah efek dari perusahaan yang tidak melaporkan modal leasenya.
Dalam hal ini untuk memperkirakan diambillah sampe 25 perusahaan non leasing
atau tidak melaporkan leasenya. Dari 25 perusahaan tersebut hanya ada 3 yang
memilikinya dan teridentifikasi sebagai noncancellabel yang tidak dilaporkan
dalam neraca sebagai modal leasing. Nilai modal ini sangatlah kecil yaitu 0,4%
hingga 1,2% dari total aset. Dua puluh dari 25 perusahaan melaporkan beberapa jumlah
dari operasi leasing. Untuk melihat efek dari perusahaan ini, analisis empiris
telah dilakukan menggunakan nilai dari 1% untuk rasio leasing dengan total aset
bertujuan untuk mengklasifikasi perusahaan yang leasing dan tidak leasing.
Setelah menggunakan prosedur revisi klasifikasi, hasil satu varian merupakan
tambahan yang kuat dalam mendukung dari hipotesis dalam penelitian ini.
KESIMPULAN
Leasing terbukti memiliki
biaya kebangkrutan yang diharapkan rendah ke lessor, sehingga biaya pendanaan
yang lebih rendah untuk penyewa dari peminjam, ceteris paribus. Mengimbangi
bawah biaya kepailitan terkait dengan leasing umumnya biaya transaksi yang
lebih tinggi dapat menjelaskan preferensi untuk pinjaman. Tradeoff antara biaya
kebangkrutan dan biaya transaksi dapat menjelaskan preferensi untuk pinjaman
oleh perusahaan yang lebih layak kredit dan untuk sewa oleh perusahaan kurang
kredit.
Leasing terbukti
melibatkan biaya kebangkrutan lebih rendah dari pinjaman. Analisis empiris penelitian
ini menunjukkan bahwa perusahaan lessee memiliki rasio yang lebih rendah
cakupan, rasio utang yang lebih tinggi, dan risiko operasi yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan non-lessee. Perusahaan Lessee juga secara signifikan
menurunkan Altman Z-score, ukuran potensi kebangkrutan. Secara keseluruhan,
hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai potensi kebangkrutan
meningkat, pembiayaan sewa guna usaha menjadi pilihan pembiayaan semakin menarik.
Peneliti juga menemukan buktinya untuk mendukung efek klien industri dalam
leasing keuangan.
Jurnal aslinya dapat dilihat disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Do not said a negative word!